Jumat, 24 Oktober 2014

Jawaban sebuah doa


Mataku terasa berat, aku masih berbaring di atas tempat tidurku yang empuk. Remang-remang ku lihat langit-langit dengan cahaya menyilaukan yang menghalangi pandanganku. Ku angkat tubuh pemalas ini dan ku paksa berjalan tergopoh-gopoh menuju kamar mandi. Aku sedikit menguap dan masih setengah sadarkan diri. Ku basuh wajah yang lusuh ini dan dinginnya air memulihkan kesadaranku.

Ku lihat jam masih menunjukkan pukul 03.15, segeraku ambil wudhu kemudian bergegas memakai mukenah. Setiap harinya aku selalu berusaha menyempatkan diri untuk sholat malam, kecuali jika tamu bulanan sudah datang. Aku selalu berdoa dan meminta dengan penuh harap, walaupun hingga kini Allah belum menjamah doa ku.

Ayahku memberiku nama Shakila Az-Zahra, Shakila artinya wanita cantik sedangkan Zahra artinya bunga, berarti arti namaku adalah wanita yang secantik bunga. Aku senang dengan nama yang diberikan oleh orang tua ku memiliki makna yang begitu indah. Tapi, teman-temanku dan keluargaku lebih akrab memanggilku Aqilah, yang artinya cerdas, walaupun sedikit berbeda dengan nama lengkapku, tapi aku suka.

Setelah sholat malam, biasanya aku bertilawah sedikit menunggu datangnya waktu shubuh, namun entah mengapa hari ini aku lebih ingin meresapi harapan yang ku pinta kepada Allah. Hari ini tanggal 5 Mei 2014, sebelumnya sahabat-sahabatku sudah memberi tahukan bahwa hari ini Alumni Rohis tempatku dulu bersekolah akan mengadakan reuni. Pasti akan sangat banyak sekali alumni dari masing-masing angkatan. Aku sendiri adalah angkatan 2009.

Sudah 5 tahun berlalu, masih teringat masa-masa indah yang ku lalui bersama sahabat-sahabatku ketika menjadi anggota sebuah organisasi keagamaan yang sering meramaikan musholah di sekolahku itu. Walaupun sudah lama lulus dan tak bersekolah disana lagi, terkadang aku dan beberapa sahabatku sering singgah dan mampir untuk melihat perkembangan Rohis setelah kami tinggalkan. Selain karena rumah yang tak begitu jauh dari sekolah, faktor amanah juga menjadi salah satu pemicunya.

Menjadi seorang aktifis dakwah sudah ku lakoni sejak aku masih duduk di bangku kelas 1 SMA. Bahkan setelah berhenti menjadi aktifis dakwah sekolah, aku tetap menjadi aktifis dakwah dengan mengikuti sebuah lembaga dakwah kampus (LDK) di Universitas tempat ku melanjutkan jenjang pendidikan.

Aku masih duduk terdiam di atas tempat tidurku, memegang mukenah putih yang belum sempat ku lipat rapi. Aku masih mengharapkan bahwa hari ini Allah akan mengabulkan do’a ku. Sudah lebih dari 5 tahun aku memendam rasa dan menjaga hatiku, untuk seorang pemuda yang dulu pernah menjadi seniorku. Ia mengajariku banyak hal, namun pada saat itu bukan dia yang ingin mengajariku, melainkan aku yang selalu kepo bertanya ini dan itu kepadanya melalui sms. Awalnya semua pertanyaan itu hanyalah sebuah modus yang ku luncurkan untuk bisa mendekatinya.

Hehehe… sama halnya dengan modus ku itu, awalnya aku masuk Rohis juga karena tertarik kepada seniorku itu, yang terbilang cukup tampan dan populer dikalangan siswa perempuan di sekolahku. Namanya Salman Abdurrahman, ia 2 tahun lebih tua dari ku.

Saat itu aku masih kelas 1 SMA, masa-masa indah untuk mencari jati diri yang sebenarnya. Memang pada awalnya, kehadiranku di Rohis ini hanyalah sebagai alibi mendekati kak Salman, namun tak pernah aku kira bahwa Allah menunjukkan jalan hidupku melalui organisasi kecil ini.

Aku sangat mengagumi kepribadian kak Salman, siapa yang tidak menginginkan pendamping sepertinya? Orangnya ramah, ganteng, murah senyum, sopan, cerdas dan yang paling penting sholeh. Kak Salman adalah salah satu murid berprestasi di sekolah, ia sangat terkenal di kalangan guru-guru maupun siswa. Alasan yang paling mendasar kenapa aku mendekati kak Salman, adalah karena ia masih sendiri, alias single atau jomblo.

Masa-masa mengaguminya adalah masa-masa terindah sekaligus terkonyol dalam hidupku, menjadi seorang pengagum rahasia yang Alhamdulillah-nya hingga saat ini tetap menjadi rahasia. Saat itu bukan cuma aku saja yang menjadi pengagum kak Salman, beberapa teman sekelas dan beberapa teman di Rohis juga banyak yang nge-fans pada lelaki berkulit kuning langsat ini.

Tak jarang aku mendengar pembicaraan mereka seputar kak Salman, bahkan terkadang beberapa dari mereka mengajakku untuk ikut andil dalam pembicaraan mereka. Beberapa teman dekatku juga sering cerita dan curhat tentang perasaannya pada kak Salman. Bahkan ada yang sampai menangis tersedu-sedu di hadapanku karena kak Salman menolak ajakannya untuk berpacaran.

Alhamdulillah, saat itu tak ada yang tau bahwa aku diam-diam juga sangat mengagumi kak Salman. Aku menyembunyikan perasaanku dihadapan teman-temanku, dan lebih sering menuangkan semua nya dalam buku diariku. Hal lain yang membuatku merasa lucu adalah setiap kali kak Salman melintas didepan para siswa perempuan. Kebanyakan dari mereka heboh sendiri, kegirangan seperti fans bertemu sang idola, apa lagi kalo kak Salman ngelirik dan membalas kehebohan mereka dengan senyuman khas nya. Aku saja sampai pusing melihat betapa lebay nya mereka hanya karena ketemu kak Salman. Berbeda dengan mereka, aku hanya bisa diam melihat ia berlalu dan perlahan menghilang dari pandangan. Padahal sebenarnya dalam hatiku seperti ada pesta kembang api yang lebih meriah dari pada kehebohan teman-temanku.

Aku beruntung, karena berada dalam satu organisasi dengan kak Salman. Sehingga aku bisa lebih dekat dengannya di bandingkan dengan mereka yang tidak tergabung dalam Rohis. Apalagi kalau sudah kegiatan bersih-bersih musholah, terkadang mataku ini sangat nakal melirik kak Salman yang sedang asyik mengangkati barang-barang dari dalam musholah.

Rasa takjub pun semakin mengembang dalam hatiku, ketika aku mendengar dari salah satu seniorku (perempuan) yang kebetulan adalah teman sekelas kak Salman, bahwa ternyata kak Salman sudah hafidz Al-Qur’an. Kekaguman menggeliat dalam hatiku, tak terbayangkan di usia yang masih tergolong sangat muda, mungkin belum genap 18 tahun, kak Salman sudah menghafal setiap ayat-ayat yang Allah sampaikan dalam kitab-Nya. Subhanallah, betapa kagumnya diriku kepada sosok lelaki sholeh yang ada di dekat ku ini.

Aku hanya mampu menyimpan semuanya dalam diam ku, entah mengapa aku tak ingin ada seorang pun yang tau tentang perasaanku ini.Walau terkadang terbersit fikiran untuk jujur dan mengungkapkannya, namun ku coba menahannya sekuat yang ku bisa. Bohong memang kalau aku katakan, aku tak ingin memilikinya, tapi biarlah semua itu terkubur dalam diamku saja.

Aku memiliki cara tersendiri untuk menuangkan kekagumanku pada kak Salman. Mungkin karena terlalu sakit rasanya jika aku memendam semuanya, aku mencari cara untuk menjadi penawar yang mampu memuaskan keinginan di jiwa. Yah, sejak hari itulah aku menjadi peneror setia kak Salman.

Berawal dari sebuah kepanitian, dalam rangka menyambut 1 Muharram. Aku diberikan amanah sebagai seorang sekertaris, dan hari dimana aku terpilih menjadi sekertaris adalah hari dimana aku mendapatkan nomor handphone kak Salman. Jelas saja sebagai seorang sekertaris aku harus mencatat dan menyimpan nomor ketua Rohis untuk memberikan laporan perkembangan kegiatan. Belum lagi ketika aku harus bertatapan langsung dengannya karena harus meminta tanda tangannya di proposal pelaksanaan. Aku hanya diam dengan seribu senyuman,walaupun aku tak bisa pungkiri bahwa hatiku tengah berteriak kegirangan.

Sejak mendapatkan nomor kak Salman, aku membeli kartu khusus yang aku gunakan untuk berkomunikasi dengan kak Salman. Dalam setiap sms aku tak pernah memperkenalkan diriku, walaupun kak Salman berulang kali bertanya "kamu siapa?" Aku tetap berkeras hati tak memberitahunya. Akan tetapi kak Salman tidak pernah memaksaku untuk mengungkapkan identitasku.

Terkadang aku sedikit iseng bertanya-tanya kepada kak Salman seputar agama, dengan segala basa-basi yang mungkin memang sudah sangat basi. Bahkan terkadang jari ku ini begitu fasih meraba tombol demi menanyakan ”Kakak lagi apa?” atau ”sudah makan kak?.” Benar-benar basa-basi yang kelewat basi.

Kak Salman pun tak sungkan untuk menjawabnya, tapi dia tak pernah balik bertanya hal yang sama padaku. Walaupun jujur saja aku sangat berharap sedikit saja perhatianku terbalas. Tapi itulah kak Salman, ia berfikir positif dengan setiap modus yang aku berikan. Ia menjawab pertanyaanku, yah hanya sekedar menjawabnya saja, tidak ada basa-basi sedikitpun darinya.

Pernah sesekali, ke isengan ku ini melewati batasan. Suatu ketika aku bertanya pada kak Salman secara langsung melalu telfon, alasan mengapa ia tak ingin berpacaran? Padahal begitu banyak perempuan yang menginginkan pacar yang sholeh seperti dirinya. Masih teringat jelas dalam benakku, penjelasan panjang yang ia berikan hanya untuk menjawab sebuah pertanyaan singkat dariku.

Kak Salman menjelaskan bahwa baginya pacaran itu sangat berdampak negatif. Pacaran itu sangat menyita waktu, fikiran, hati, dompet, bahkan mengganggu keimanan. Baginya pacaran adalah kalimat yang paling ia hindari, pacaran sangat mengganggu keimanan seorang manusia, cinta yang seharusnya disalurkan dengan cara yang di ridhoi Allah, malah di salah gunakan sebagai media bermaksiat.

Bahkan yang lebih dramatisnya, kebanyakan remaja yang pacaran masih minta uang kepada orang tua, sangat menyedihkan mengingat orang tua yang banting tulang mencari uang demi kebahagiaan sang Anak, malah anaknya gunakan sebagai modal perbuatan yang di larang Allah.

Orang yang pacaran, pastilah ingin saling memadu kasih. Berawal dari saling lempar kata-kata mesra, yang sebenarnya sudah termasuk khalwat alias zina lisan. Tidak cukup dengan itu, pastilah orang yang pacaran ingin saling tatap-tatapan dan beradu pandang alias zina mata. Padahal sudah jelaskan Allah perintahkan dalam Al-Qur’an (Saat itu dengan suara merdu kak Salman membacakan QS. An-Nur ayat 30-31).

yang artinya :”Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: ”Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang mana demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: ”Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya....”

Saat itu aku hanya terdiam membisu mendengar lantunan ayat yang kak Salman bacakan. Kak Salman pun melanjutkan pembicaraannya, bahwa setelah pandangan, pastilah orang yang berpacaran ingin berdua-duaan atau menghabiskan waktu bersama, semisal jalan bareng, nonton, atau mungkin hanya sekedar makan. Padahal sudah jelas Rasulullah peringatkan kepada manusia.

”Ingatlah, janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan(bukan mahramnya) melainkan yang ketiganya adalah syaitan” (HR.Tirmidzi no.20165)

Selain itu, kak Salman mengatakan bahwa di jaman ini semua hal semisal pegangan tangan atau berciuman sudah menjadi hal biasa dalam kehidupan remaja, padahal sangat luar biasa siksa dan balasannya di neraka. Jangankan semua itu, merindukan dan memikirkan sang kekasih saja bisa menjadi zina hati dan fikiran.

Seketika itu aku terhentak, aku berfikir. Apakah selama ini aku sudah zina hati dan fikiran kepada kak Salman? Aku langsung mencari alasan untuk mengakhiri pembicaraan, dan dengan tenangnya kak Salman menerima alasan ku.

Sejak hari itulah aku memutuskan untuk berhenti meneror kak Salman, aku tak pernah lagi mengirimkan sms ataupun menelfonnya, dan seperti biasanya kak Salman selalu tenang seakan tak pernah terjadi apa-apa.

Tak sampai setahun mengaguminya, aku harus di hadapkan dengan kenyataan pahit bahwa kak Salman sudah lulus dan akan melanjutkan kuliah ke salah satu Universitas ternama di luar kota. Aku sangat bahagia karena kak Salman lulus disana, namun aku juga sedih karena harus kehilangan sosoknya.

********

Setelah kepergiannya hidupku berjalan sebagai semestinya, aku belajar lebih banyak dan lebih banyak lagi. Aku ingin terus memperbaiki diriku, menjadi seorang muslimah yang suatu hari kelak layak menjadi bidadari syurga bagi kak Salman. Anehnya, kemauan ini tumbuh begitu saja, padahal tak sedikit pun kak Salman memberikan ku harapan ataupun peluang.

Namun aku tetap berpegang teguh kepada janji Allah yang terdapat dalam QS. An-Nur ayat 26. yakni ”..Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik (pula)..”


Sejak kepergian kak Salman, aku semakin mantap menjaga cintaku dalam diamnya penantian. Membenahi diri dan memperdalam ilmu menjadi seorang akhwat yang baik. Hidupku berubah dengan hadirnya aku di Rohis ini, walaupun di awali dengan niat yang tidak baik, tapi inilah proses, dan Alhamdulillah kini aku sudah bisa menjaga kehormatanku sebagai seorang muslimah. Mengenakan jilbab syar’i sudah menjadi bagian dari hidupku, menjadi nafas baru menyelami jalan cinta para pejuang.

Setelah sekian tahun berlalu, aku pun lulus dari sekolah itu dan harus meninggalkan Rohis. Berat rasanya harus berpisah dengan sahabat-sahabat yang sudah sama-sama berjuang di jalan cinta-Nya, hati kami sudah satu dalam tali ukhuwah. Aku memutuskan untuk melanjutkan kuliah di dalam kota, selain orang tua ku yang menginginkan, aku juga masih ingin hadir ke halaqoh, berbagi ilmu kepada adik-adik Rohis yang akan meneruskan dakwah kami di sekolah ini.

Waktu berlalu begitu cepat, hari-hari aku habiskan dengan memperdalam ilmu dan memperbanyak amal ibadah. Perlahan aku mulai melupakan sosok kak Salman dalam hidupku. Fikiran ku mulai terbuka untuk fokus pada jalan dakwah-Nya. Namun, bukan berarti aku membuang cintaku pada kak Salman dengan percuma. Aku berhenti memikirkannya karena aku yakin inilah yang dia inginkan dariku. Kekhawatiranku pun perlahan menghilang, mungkin dulu pada awalnya aku sangat takut kehilangan kak Salman, namun hari ini aku belajar ikhlas mencintainya karena-Nya.

Aku serahkan semuanya kepada Allah, aku titipkan rindu dan cinta ini hanya kepada Allah, sedikit menaruh harap suatu hari nanti Allah akan memberikannya kepada kak Salman, namun siapapun nantinya yang akan Allah percayakan untuk menjadi pelabuhan rindu dan cintaku, aku ikhlas menerima. Karena aku yakin bahwa skenario Allah adalah yang terindah. Aku hanya mampu berdo’a, berharap Allah akan mempertemukan hati kami dalam naungan Cinta-Nya, bersatu dalam ketaatan, membina kasih dengan Al-Qur’an.


*******

Aku tersadar dari lamunanku tentang sekilas memori indah masa lalu, saat  itu juga ku letakkan mukenah di pangkuanku ke dalam lemari. Ku lirik, ternyata jam sudah menunjukkan pukul 05.10, segera ku berwudhu dan menunaikan kewajibanku.

Hari ini tanggal 5 Mei 2014, Aku sudah bersiap berangkat menuju tempat reunian yang kebetulan di adakan di salah satu gedung yang jaraknya tak begitu jauh dari rumahku. Aku tak butuh tutorial hijab untuk tampil cantik dihadapan teman-teman lama, terlalu ribet dan belum tentu sesuai syari’at, untuk tampil cantik aku percaya diri dengan penampilanku. sedikit ku rapikan jilbab besarku yang berwarna kuning ke merah-merahan ini, sedikit berkaca dan melihat sosok bidadari cantik dangan pakaian nan indah, syar’i namun trendi.

Setelah pamit kepada kedua orang tua, aku pun pergi menggunakan mobil ayahku. Kebetulan ayahku sedang ambil cuti karena hari ini ayah bilang ada tamu spesial yang mau datang. Katanya sih pemilik perusahaan tempat ayah bekerja.

Setibanya di sana, sudah banyak ku lihat bidadari-bidadari cantik dengan jilbab syar’i berwarna-warni. Beberapa dari mereka memakai cadar dan beberapa tidak. Ada yang hadir membawa suami dan anaknya, ada juga yang datang sendiri sepertiku. Seperti biasanya, tempat akhwat dan ikhwan di pisah sedemikian rupa.

Acara pun di buka, di mulai dengan pembacaan Al-Qur’an yang di bawakan oleh salah satu alumni angkatan tahun 2013. suaranya merdu dan indah, aku bangga karena Rohis melahirkan pemuda dan pemudi yang luar biasa. Selanjutnya, adalah kata sambutan dari ketua panitia pelaksana yakni angkatan tahun 2009, dia adalah ketua Rohis semasa kami menjadi pengurus inti.

Acara demi acara berlalu, hingga memasuki acara tausiyah. Mataku terpaku, jantungku berdebar tak beraturan, lidahku kelu dan membisu, tak dapat ku nyatakan betapa bahagianya aku melihat sosok Kak Salman berdiri di atas pentas hendak menyampaikan tausiyahnya.

Sudah 7 Tahun lamanya, aku tak pernah melihat parasnya. Seketika itu ku palingkan mataku dan mencoba menenangkan diri dengan ber-istighfar. Salah satu teman ku mengatakan padaku, bahwa hingga kini kak Salman masih tetap single. DUUUAAARR!!!! Suara kembang api kebahagiaan meledak-ledak di hatiku. Mendengar hal itu membuatku bahagia sungguh terlalu.

Kini ia telah sukses menjadi seorang pengusaha, begitulah yang ia katakan ketika memperkenalkan dirinya. Ia menggeluti bidang kuliner, tekstil, properti, bahkan percetakan buku. Subhanallah, rasanya seakan-akan rasa kagum yang dulu bersemi kembali.

Sosoknya lebih menawan dari sebelumnya, dengan jenggot tipis, baju koko berwarna merah kehitaman dan kaca mata berlensa. Wibawanya tetap terjaga dan sungguh luar biasa bahwa ternyata ia sudah S2. ia menyelesaikan S1 nya dalam waktu 4 tahun dan melanjutkan pendidikan ke Universitas Al-Azhar di Kairo. Subhanallah, kak Salman selalu menanamkan rasa kagum dalam hatiku. semua tausiyah yang ia sampaikan seakan menjadi tausiyah cinta dalam hatiku.

Acarapun telah berlalu, semua saling bersalam-salaman, tentunya ikhwan dengan ikhwan dan akhwat dengan akhwat. Berhubung waktu telah memasuki waktu zhuhur. Aku pun memutuskan untuk singgah ke masjid yang jaraknya tak jauh dari gedung acara.

Selepas menunaikan kewajiban, aku mengucap syukur sebanyak-banyaknya karena Allah telah mengabulkan do’a ku untuk dipertemukan kembali dengan kak Salman. Dengan penuh harap aku tengadahkan tangan seraya kembali berdo’a kepada Sang Maha Cinta.

Ya Allah, sesungguhnya hanya kepada-Mu lah tempatku menggantungkan segala harap
Engkaulah yang Maha Cinta, Kau berikan cinta sebagai fitrah manusia, kau jadikan cinta sebagai media paling indah.
Ya Allah, hari ini aku bermohon pada-Mu ya Allah.
Engkau lah Tuhan yang Maha Tahu segala isi hati hamba-Mu, Sungguh tak bisa ku pungkiri bahwa hatiku ini memang mencintai hamba-Mu yang bernama Salman Abdurrahman.

Ya Allah, seandainya Engkau berikan aku seribu pilihan dan di antaranya adalah dia.
Maka pilihkanlah dia untukku.
Ya Allah, seandainya Engkau berikan aku seratus pilihan dan di antaranya adalah dia.
Maka pilihkanlah dia untukku.
Ya Allah, seandainya Engkau berikan aku sepuluh pilihan dan di antaranya adalah dia.
Maka pilihkanlah dia untukku.
Ya Allah, seandainya Engkau berikan aku dua pilihan dan salah satunya adalah dia.
Maka pilihkanlah dia untukku.
Namun, seandainya Engkau berikan aku satu pilihan, dan itu bukanlah dia.
Akan ku terima dengan ikhlas dan rasa syukurku.
Karena ku yakin Engkau lah Tuhan yang Maha Bijaksana.

Ya Allah, jika memang ia jodohku..
Pertemukanlah kami dengan jalan-Mu.
Ya Allah, jika memang ia bukan jodohku..
Pisahkanlah kami dengan jalan yang tak menyakiti hatiku.

Sesungguhnya Engkau lah Tuhan yang Maha Mendengar segala Do’a.


Setelah puas bersimpuh kepada Sang Kuasa, hati ini merasa legah dan damai. Sambil berjalan menuju parkiran aku tersenyum geli mengingat-ingat do’a ku barusan. Rasanya lucu sekali, tapi tak apalah... apa salahnya berharap.

Setibanya di rumah, aku melihat sebuah mobil mewah tengah parkir di halaman rumahku. ”sepertinya bos ayah sudah datang.” ujarku dalam hati. Aku pun turun dari mobil dan segera masuk ke dalam rumah.

”Assalamu’alaiku....” Ucapku riang.
”Wa’alaikumsalam.” sahut pemuda tampan dan kedua orang tuaku.
”Ka.. Kak.. Salman ngapain datang kesini??” Tanya ku terbatah-batah melihat lelaki dengan jenggot tipis itu duduk berhadapan dengan kedua orang tuaku.
”Ini bos ayah... ” sahut ibu.
”Hai.. Aqilah.. lama gak ketemu yah..” sahut kak Salman.
”Bos ayah?? Jadi kak Salman bos nya ayah? Lalu kenapa kak Salman datang kemari?” tanyaku masih dengan nada tak beraturan.
”Sudah sini, kamu duduk dulu, ndak sopan ada tamu ngomong sambil berdiri di depan pintu begitu.” jawab ibu.
”Nak Salman datang kemari karena mau serius dengan kamu, Sebenarnya nak Salman dan ayah sudah sering membahas tentang dirimu. Ayah suka dengan laki-laki berkomitmen seperti nak Salman, kalau suka datangi ayahnya langsung. ayah sudah setuju kalo kamu menikah dengan nak Salman.” timpal ayah blak-blakan.
”Hehe... maaf yah Aqilah, kakak kemari gak bilang-bilang sama kamu. Sebenarnya, udah dari kemarin-kemarin kakak mau kesini, tapi kakak masih ragu... Entah kenapa siang ini, kakak dikuatkan sama Allah untuk mantap datang kesini dan melamar kamu.” Sambung kak Salman dengan wajah malu-malu dan senyum yang menawan.

Aku hanya terdiam tanpa kata, seketika pandanganku buram dan aku merasa ingin pingsan, dan masih dalam keadaan setengah sadar aku sudah terjatuh ke lantai.





Allah Yang Maha Baik...

Aku memang minta agar Engkau persatukan aku dan kak Salman, tapi tak ku sangka Kau akan kabulkan do’a ku secepat ini.



Selesai



PENULIS      : Abdurra'uf Hamdan Ridzky  
TWITTER      : @UmarAbdurrauf
FACEBOOK  : Umar Abdurrauf






 

© 2013 Tulisan Dari Hati. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top